Jumat, 31 Desember 2010

Kekuatan Sugesti

Sugesti mempunyai kekuatan yang luar biasa, tak terbayangkan, bahkan bisa menggerakkan ribuan orang untuk melakukan suatu hal yang diluar nalar serta Absurd. Kita ambil saja contoh kasus Dukun cilik Ponari di Jombang Jawa Timur. Apa benar batu ajaibnya bisa menyembuhkan penyakit? Lalu kenapa ribuan orang percaya? Kalau batu Ponari tidak bisa menyembuhkan penyakit lalu kenapa beribu orang masih berduyun-duyun mengantri dirumahnya berhapa kesembuhan? Padahal secara medis tentu saja pengobatan ala Ponari ini sangat tidak masuk di akal. Sementara dari segi agama penyembuhan ini secara tidak langsung mulai mendekati Musyrik. Walau kebanyakan pasiennya ngaku tidak percaya kalau batu itu yang menyembuhkan mereka tapi Yang Diatas yang menyembuhkan, batu Ponari hanya perantara. Ah dalam hati kecil mereka pasti tetap percaya batu itulah Sang penyembuh. Sugesti tebakan yang bisa Saya katakan, Sugesti memberikan Kita perasaan bahwa (atau memanipulasi realita sebenarnya?) sakit yang kita rasakan hilang, seolah para pasien Ponari setelah meminum air celupan Batu Ponari benar-benar hilang sakitnya walau sesungguhnya (Kita Anggap Saja) batu itu tidak manjur mengobati penyakit. Lalu yang jadi pertanyaan lagi adalah: kalau Sugesti secara kebetulan merasa penyakitnya sembuh Cuma dirasakan satu dua orang sih wajar-wajar saja. Tapi dalam kasus Ponari ini yang ter-sugesti itu puluhan ribu orang, aneh rasanya Kita bayangkan bahwa beribu orang ini secara kebetulan merasa sembuh dan baik-baik saja setelah minum air yang tidak manjur. Apa mungkin beberapa dari mereka melihat orang lain sehat, lalu malu mengakui bahwa sebenarnya setelah minum air ponari mereka tetap sakit jadi mereka berbohong dan bilang Saya Sembuh?

Ada cerita tentang Sugesti dari luar negeri. Konon beberapa orang di Suatu  Hutan di daerah di Satu Negara (maaf Saya sendiri lupa baca dimana cerita ini, jadi ya lupa secara pasti setting dan kronologis cerita ini) beramai-ramai memakan Jamur yang sebenarnya tidak berbahaya. Tapi ada seseorang yang mengatakan bahwa Jamur itu beracun dan racunnya bisa membunuh dengan cepat. Beberapa Jam kemudian salah satu orang tersebut mengaku merasa pusing dan mual-mual, yang satu lagi bilang tangan dan kakinya terasa dingin dan kaku. Yang lain mulai bilang badannya terasa aneh. Padahal Jamur itu tidak beracun tak berbahaya. Sugesti membuat mereka beranggapan Jamur itu beracun, mereka ciptakan ilusi yang mereka citrakan sesuai keadaan ketika mereka keracunan.

Kekuatan Sugesti ternyata sangat menakjubkan yah? Bisa membuat banyak orang melakukan tindakan-tindakan yang Absurd dan diluar nalar. Saya juga berharap Semoga tulisan ini membuat Sebuah Sugesti bagi Anda untuk selalu memberikan sugesti yang baik pada diri anda sendiri sehingga menghasilkan hal-hal serta tindakan yang baik ^_^



post from : http://arisgrungies.multiply.com/journal/item/123/Kekuatan_Sugesti
I believe everyone have potency to be successful people in their life. But this life just for you which can solve your exam life with the best solving. I wanna be one of them. Around the world is one of my dreams. I have to be sure I can realize it by myself and all who supports me. Jointing on this contest is my way to make my dream become true. I wish to make happy both of my parents and all who loves me.
Why I deserve to win ?
Because of I'm a person who is far from the word "giving up". I have great spirit to get new experiences especially to try new things on my life like go to new place, country, and to meet with new people and culture of course.
my country is teached me to be friendly person. it will make easy my adaptation there. so share knowledge and experience will be nice to be done.
I hope I can be the winner a Summer Scholarship at Concordia University. Support me please.. :-)
Vote me please.. Click here.. :)

15 Fakta Rahasia Alam yang Menarik

Alam selalu menarik untuk disimak. Karena banyak sekali rahasia alam
yang menjadi misteri bagi kita. Berikut sedikit misteri alam yang telah
berhasil disibak. Tahukah anda ?
1. Rama-rama (nama binatang) merasakan (menikmati) makanannya dengan kaki.
2. Bunyi itik tidak menghasilkan gema (echo).
3. Dalam tempo 10 menit, topan membebaskan lebih banyak tenaga daripada keseluruhan tenaga yang bisa dilepaskan oleh senjata nuklir yang terdapat di bumi.
4. Secara pukul rata-rata, kebanyakan manusia lebih takut labah-labah daripada takut mati.
5. Gajah adalah satu-satunya mamalia yang tidak bisa melompat.
6. Satu dari dua milyar manusia akan dapat hidup sampai 116 tahun atau lebih.
7. Tidak mustahil bagi sapi menaiki tangga, tetapi ia tidak boleh menuruni tangga.
8. Wanita berkedip mata dua kali lebih banyak dari lelaki.
9. Secara fisik, adalah mustahil untuk anda (manusia) menjilat siku sendiri.
10. Siput bisa tidur sehingga tiga tahun.
11. Besar mata manusia tetap sama sejak dilahirkan. Tetapi hidung dan telinga tidak pernah berhenti berkembang.
12. Semua beruang kutub adalah kidal.
13. Mata burung unta adalah lebih besar dari besar otaknya.
14. TYPEWRITER adalah perkataan terpanjang yang bisa dibuat dari huruf-huruf yang terdapat dalam satu barisan yang sama pada papan kekunci.
15. Hampir semua pembaca tulisan ini akan mencoba untuk menjilat sikunya :D

post from : http://jaytee.dagdigdug.com/2008/03/19/15-fakta-rahasia-alam-yang-menarik/

Kamis, 23 Desember 2010

Good Day...

Yeahhhhh!!!! I'm very happy. proved my belief! when I'm sure God will provide the best for me, the time when Allah will not necessarily facilitate my business, God tested my faith. and after successfully passing a difficult time for exams, God gave me a gift that is not expected. nothing is impossible for God :)

Jumat, 05 November 2010

Come Late..

Oh No,!!! I had come late on Demography lesson. But after I had face my lecturer of Demography, I had opinion my lecturer of Demography has kind heart, :)
why is it so? Coz he let me to joint his study, and let me to give my duty..
I can't imagine when I follow my bad think to absent of study, it will be bad idea..
So thanks to Allah who give me the best think, although I have to run fastly from my boarding house, but it's ok. My tired is changed with good result, I can study Demography today eventhough I had come late.. :-)

Selasa, 02 November 2010

KEHILANGAN

Semua manusia pasti akan mengalami apa yang dinamakan kehilangan. termasuk aku, kamu, kita dan mereka. kehilangan bukan sesuatu yang asing. ketika seseorang memiliki sesuatu, maka bersiaplah untuk kehilangan. tak ada yang abadi bung.. namun berbahagialah bagi mereka yang diberi kesiapan untuk kehilangan. kualitas keimanan seseorang akan terlihat ketika ia sedang diuji. banyak yang gagal dalam ujian kehidupan. memilih hal-hal bodoh untuk menghindari ujian hidup. menyesali sesuatu yang telah hilang tidak akan merubah keadaan. bersabarlah.. La Tahzan innalloha ma'ana..
ketika kau merasa kehilangan sesuatu yang sangat kau sayangi, yakinlah kau akan dapat ganti yang lebih baik.. Allah punya cara terindah untuk membahagiakan hambanya. setelah ujian akan ada bahagia bagi mereka yang bersabar. jangan menyesali sesuatu yang telah tiada, All is well.....

Kamis, 28 Oktober 2010

I don't know..

Today is not better, oh God.. I don't Know what happen in my day. my body is not fresh, I'm off colour. I wish to scream...!!! I have to finalize my duty quickly, my spirit had been lost. I need a spirit for making all be better. if there is a shop which sales a spirit, I shall buy it. moreover, I shall buy it so much for preparing if sometimes my spirit lost again.. :D
Im talking without know what .. haha..
I don't care, this blog is made to express my feeling. do u want to joint with me??? Okke.. okeee.. u can do..

Rabu, 27 Oktober 2010

Ajari Aku Ikhlas

Semilir angin membelai lembut kerudung biru yang membalutku. Gemericik air mengalir diiringi kicauan burung melantunkan melodi indah sore ini. Disinilah tempatku menghilangkan kejenuhan dan segala keresahan yang ada. Kepenatan membuatku ingin cepat pulang liburan semester kali ini. Sudah 2 tahun aku tidak menengok ibuku. Amanah besar dari organisasi-organisasi yang aku ikuti selalu memintaku menahan rindu dihati ini. Dan kini aku sedang memasuki semester ketujuh. Mungkin benar kata dosenku kalau aku terlalu aktif di organisasi, tapi dosenku juga mengatakan kekagumannya karena aku tetap dapat menjaga prestasiku dalam bidang akademik. Bahkan aku sedang diajukan untuk mengikuti pemilihan mahasiswa berprestasi.
Suasana hening, hanya ditemani nyanyian burung-burung dan gemericik air, dihadapanku terhampar petakan-petakan hijau sumber kehidupan petani termasuk orangtuaku. Aku begitu menikmati semua ini. aku benar-benar ingin melupakan semua kesibukankan dikampus, walau hanya sesaat saja. Namun tiba-tiba aku teringat dengan suatu benda, yang selalu aku simpan didalam ranselku. Kubuka tas yang sudah layak ganti ini, terlihat sebuah boneka kecil pemberian seseorang. Tiba-tiba otakku memutar memori usang 6 tahun lalu. Ya, aku selalu menganggap ini rekaman yang tidak ingin aku ingat, namun aku tahu bahwa aku selalu gagal untuk melupakan semua tentangnya. Ah tidak! Aku selalu merasa lemah ketika menyangkut cinta.
“Rani,” Harun menyapaku sepulang sekolah,”mau pulang bareng?”
Rumah kami yang memang searah membuat kami mau tidak mau sering pulang bersama. Kami sering berdiskusi sepanjang perjalanan. Dari kegiatan sekolah sampai kegiatan diluar sekolahpun menjadi topik yang hangat untuk kami bicarakan. Kadang-kadang ia kesekolah dengan sepeda motornya. Namun aku selalu menolak jika ia mengajak pulang bersama dengan sepeda motornya. Aku tidak ingin terjadi fitnah diantara kami. Dan hari ini ia ke sekolah dengan kendaraan umum, sehingga aku pun tidak segan untuk mengiyakan ajakannya “yuk, kebetulan aku juga mau langsung pulang.”jawabku sambil tersenyum.
“Kenapa kemarin ga ikut Study Tour ke Jogja?”tanyanya menyelidik.
“orangtuaku lagi ga punya uang,”jawabku singkat.
“Ini,”sambil mengeluarkan sebuah kotak kecil dari tasnya,”aku punya oleh-oleh, mudah-mudahan kamu suka.”
Aku tidak menyangka ia mengingatku, dan memberikan sesuatu untukku. Sebenarnya aku malu menerimanya, tapi aku juga tidak tega menolaknya. “wah, terimakasih banyak ya,”kataku riang.
Dengan senyumnya yang khas dia menjawab, “sama-sama ukhti.”
* * *
“Hayo!!! Lagi ngelamun ya?” adikku yang iseng berhasil mengagetkanku.
Dengan berlagak marah aku jawab “apaan sih?bikin orang jantungan aja.”
“Habisnya dari tadi dipanggil-panggil ga nyaut sih” adikku yang bernama abdul ini cemberut, “Tuh di cari Umi.”
“Ok,” jawabku sambil mngerlingkan mata lalu berlari setelah mengacak-ngacak rambut adikku satu-satunya ini.
Aku berlari menapaki pematang sawah yang penuh dengan lumpur, aku tak peduli tanah-tanah yang menempel di rokku. Aku benar-benar bahagia menikmati desa tempatku dilahirkan ini. aku benar-benar rindu. Alasan lain mengapa aku memilih tidak pulang dan lebih memilih memenuhi tuntutan tugas-tugasku dikampus yaitu aku tidak punya uang untuk pulang setiap kali ada libur semester. Hasil kerjaku mengajar les selalu habis untuk membayar uang semester dan biaya hidupku di Yogyakarta tempatku kuliah. Desaku yang terletak di kota Sukabumi, terasa begitu jauh ketika aku sangat ingin pulang namun uangku tak mencukupi. Tapi semangatku untuk kuliah dan menuntut ilmu sebanyak mungkin dari bangku kuliah yang kata orang banyak orang-orang hebat yang terlahir dari bangku perkuliahan membuatku harus menekan kuat keinginanku bertemu orang-orang yang kucintai di tanah kelahiranku. Sebenarnya bisa saja aku meminjam uang pada sahabatku Dina. Tapi aku tidak ingin sering merepotkannya, karena ia juga sering meminjami ku uang makan jika aku belum gajian.
“kemana aja sih dari tadi Umi cari ko ga ketemu?” tanya Umi ketika melihatku datang bersama Abdul.
“biasa Mi, habis dari sawah, hehe” jawabku sambila cengar-cengir.
“Euleuh-euleuh eta neng geulis anak Umi mainnya disawah bajuna meuni kotor kitu” umi ku mulai meledek.
“Yang penting mah tetep geulis Mi, hehe” jawabku sambil meninggalkan Umi yang tersenyum mendengar ucapanku.
Aku langsung menghampiri meja makan mini keluarga kami, menikmati masakan umi yang seadanya namun terasa sangat nikmat. Lalab, sambal dan ikan asin selalu menjadi makanan utama kami. Namun Umi ku kreatif mengkreasikan makanan khas sunda itu, sehingga kami tidak pernah merasa bosan.
“Hm.. Yummi... delicious... ” ucapku sambil mengacungkan kedua jempol tanganku.
Ayahku yang sedang mengipas-ngipas topinya karena kelelahan baru pulang dari sawah ikut tersenyum melihat aku yang begitu ceria.
Aku memang tidak pernah memperlihatkan rasa sedihku kepada keluargaku. Aku selalu membuang semua masalah yang aku rasakan ketika masuk ke rumah. Itu sudah menjadi kebiasaanku sejak aku masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Aku tak ingin Umi bertanya karena melihat aku menangis. Perjalanan dari sekolah ke rumah cukup jauh, aku harus 2 kali naik angkutan umum. Walaupun aku dari keluarga yang tidak mampu, aku selalu berusaha masuk sekolah favorit. Dan statusku yang hanya anak dari seoorang petani tidak membuatku patah semangat. Aku terus berusaha dan aku yakin selalu ada hasil dari apa yang kita lakukan. Dan benar saja, aku berhasil meraih beasiswa penuh selama sekolah. Aku yang selalu menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti perlombaan membuat guru-guruku begitu bangga padaku. Aku sampai disebut anak guru. Aku juga punya banyak teman karena sifatku yang supel. Namun, mungkin sudah menjadi cerita hidup, tak selamanya semua orang suka pada apa yang kita lakukan.
+++++++
Namanya Lia, anak kepala sekolah di SMA tempat aku menuntut ilmu. Dia kakak kelasku , selalu menjadi perwakilan sekolah dalam perlombaan bahasa Inggris. Saat itu, ada speech english contest yang mengharuskan sekolah mengirimkan 2 orang perwakilan dari sekolah kami. Aku yang saat itu rajin mengikuti English Club dan memang mempunyai English Basic yang baik membuat sekolah tidak ragu mengirimkan aku.
“Ibu percaya padamu, jangan sia-siakan kesempatan ini,”ucap guru bahasa Inggrisku yang sangat aku kagumi karena kelembutan dan kesabarannya dalam mendidik kami.
Akupun tidak ingin membuang begitu saja kesempatan itu. Lagipula mengikuti lomba-lomba seperti ini bukan yang pertama bagiku.
Perlombaan telah kuselesaikan dengan baik. Dan aku benar-benar mendapatkan apa yang aku inginkan. Aku mendapat juara 1 dan Kak Lia menjadi juara 2. Aku sangat tidak enak hati kepada kakak kelasku ini. Aku tahu, ini pasti berat baginya yang selalu menjadi yang pertama. Kami yang selama pembinaan untuk persiapan lomba selalu akrab dan saling memberikan semangat. tiba-tiba aku kehilangan senyum ramahnya semenjak pengumuman pemenang waktu itu. Ia berubah sangat dingin. Bahkan tak pernah mau membalas senyumku sedikitpun.
Sore itu, aku belum pulang sekolah karena dimintai bantuan oleh guru matematikaku untuk memeriksa tugas matematika teman-teman. Aku duduk diteras mesjid sambil menikmati semilir angin setelah kelelahan memeriksa tugas yang tidak sedikit itu. Tiba-tiba dari kejauhan aku melihat Kak Lia bersama teman-temannya yang sepertinya sedang berjalan kearahku. Aku tersenyum ramah, tapi apa yang aku dapat? Kak Lia hanya tersenyum sinis padaku dan memandangku penuh rasa marah. Dia dan teman-temannya terlihat benar-benar sangat marah. Penuh kebencian.
“Heh, anak bau kencur.Kamu itu masih anak baru disini ya! Jangan cari muka sama guru-guru deh! Norak tau ga?” Kak Lia mulai menghamburkan kata-kata pedasnya.
“Apa yang salah?”Aku berlagak polos.
“Eh, anak miskin! Kamu itu bisa sekolah disini tuh cuma karna beasiswa, jadi jangan belagu!” teman Kak Lia mencoba menyerangku dengan kata-katanya.
“Awas ya, kalo kamu masih berani ikut lomba-lomba lagi! Kamu akan rasakan akibatnya!” Kak Lia berbicara sambil meremas kerudungku. Lalu mereka pergi begitu saja sambil tertawa puas.
Aku terdiam. Butiran bening jatuh tanpa dapat kukendalikan. Aku tersedu. Semua ini tak ku mengerti. Apa yang akan aku lakukan selanjutnya? salahkah aku yang selalu ingin melakukan yang terbaik untuk sekolahku yang telah berbaik hati mengiiznkan aku sekolah disini tanpa membayar sedikitpun. Aku kembali tersedu. Nafasku tersenggal. Tapi aku harus kuat aku tak akan menyerah hanya karena ancaman ini.
Aku terus mengikuti lomba dan berkali-kali menang. Sikap Kak Lia semakin sinis. Tapi aku sudah sangat terbiasa dengan semua itu. Akupun tak menggubris semua ancamannya.
+++++++++
Sekolahku mengadakan Ajang Kreasi Siswa setiap tahunnya. Aku yang saat itu menjadi anggota OSIS harus menjadi panitia dalam Ajang Kreasi Siswa(AKS). Jika boleh memilih, aku tidak ingin menjadi panitia dalam AKS ini. Karena itu berarti aku harus bertemu dan berkoordinasi dengan Kak Lia.
Rapat berlalu, terbentuklah kepanitiaan. Kak Lia menjabat sebagai bendahara. Entah ada angin dari mana ia jadi ramah dan memintaku menjadi wakilnya. Aku tidak dapat menolak. Karena panitia yang lain menyetujuinya. Harun yang dipilih sebagai ketua kegiatanpun tak dapat berbicara apa-apa, walau dia tahu ini berat bagiku. Karena dia tahu apa yang terjadi antara aku dan Kak Lia.
“Ran, aku nitip uang ini ya, takutnya ada keperluan untuk acara nanti. Kakak besok mau izin ga masuk karena mau ada acara keluarga di Bandung.”ucapnya saat itu.
Acara AKS yang memang hanya tinggal seminggu lagi itu sekarang tengah menyiapkan untuk panggung dan dekorasi sehingga uang harus siap dikeluarkan kapan saja. Aku yang sebenarnya berat dititipi uang sebesar 2 juta itu akhirnya mengiyakan saja, “iya Kak,”jawabku singkat.
Adzan ashar berhasil menyelamatkan aku dari obrolan kaku itu. “Adzan Kak, Rani sholat dulu ya.”
Aku langsung menyimpan uang itu dalam tas bututku. Dan langsung meluncur kemesjid. “Ah... mesjid, kau selalu menjadi tempat yang nyaman bagiku mencurahkan semua keluhkesah ku..” ucapku lirih.
Selesai solat aku langsung pulang.
+++++++
Aku sudah berteman dengan Harun semenjak kami masih duduk dibangku SMP. Dia mengetahui setiap perkembangan perubahanku dari awal sebelum aku berjilbab sampai aku memutuskan untuk berjilbab. Entah mengapa dia begitu istimewa dari sahabat-sahabatku yang lain. Perhatian-perhatian kecilnya selalu melambungkan hatiku.
Namun, kini kami tak seakrab dulu. Semenjak ia bergabung dengan rohis di SMA kami. Dari dulu dia memang bukan orang yang mudah dekat dengan wanita. Namun tetap saja aku dapat menangkap perubahan sikapnya saat ini. Saat ini dia lebih menjaga interaksi dengan wanita. Termasuk denganku. Aku mengerti atas perubahannya itu, karena akupun demikian. Semenjak aku memutuskan untuk berjilbab, akupun mulai menata akhlaqku termasuk menjaga interaksi dengan lawan jenis. Kadang aku merasa ada yang salah dengan perasaan ini. namun akupun tak mampu menghilangkan perasaan ini. Ya Allah, mungkinkan aku jatuh cinta? Aku harap tidak, aku bahkan tak tahu apa yang ada dihatinya dan bagaimana perasaannya. Apalagi ketika ingat sepotong episode tentang perhatiannya.
++++++++
Hari ini ada rapat untuk mengevaluasi kerja panitia AKS. Sebenarnya berat sekali ketika mengetahui kalau aku harus bertemu dan berkoordinasi dengan Kak Lia. Entah mengapa aku merasa ia sedang merencanakan sesuatu. Keramahannya beberapa hari ini sungguh membuatku curiga. “maafkan aku ya Allah, jika ini yang disebut Su’udzon”, bisik hatiku lembut.
Hanya beberapa detik saja setelah aku duduk diruang rapat. Tiba-tiba kakak kelasku memanggil. “Rani, kata Bu Meri, kamu diminta ke kantor sebentar. Ada yang ingin dikatakan sepertinya.” Ucapnya sedikit tergesa-gesa.
“Iya kak, terimakasih.” Aku langsung meninggalkan kak Dea yang memanggilku dan aku langsung berjalan cepat menuju kantor. Aku sangat penasaran dengan apa yang ingin dikatakan bu Meri. Karena tidak biasanya bu Meri memanggilku. Bu Meri adalah guru b.jepang murid kelas XII.
Aku melihat bu Meri sedang dikantin saat perjalanan menuju kantor, aku langsung menghampirinya “Ibu memanggil saya?” tanyaku.
“ibu ga panggil kamu.” Jawabnya dengan wajah tidak mengerti.
“Tadi kak Dea bilang kalau ada yang mau ibu sampaikan.” aku mencoba menjelaskan.
“Hm... ya sudah kebetulan ibu juga ada pengumuman untuk murid kelas XII. Nanti kalau kamu ketemu sama Dea, tolong bilang kalau besok ada ulangan bahasa Jepang Bab 4. Biar nanti Dea yang umumkan ke teman-temannya yang lain. Tolong ya.” pinta Bu Meri.
“Iya Bu, nanti saya sampaikan. Rani pamit ya bu, mau melanjutkan rapat.” Jawabku sekaligus pamit. Bu Meri hanya mengangguk sambil tersenyum.
Aku bingung. Aku masih tidak mengerti apa maksud Kak Dea. Tapi aku hanya ingin berbaik sangka. Aku tidak peduli dengan apa yang direncanakan teman Kak Lia itu.
“Kak, kata bu Meri ada pengumuman kalau besok ada ulangan bahasa Jepang bab 4,” aku langsung menyampaikan pesan bu Meri ketika bertemu Kak Dea yang sedang tertawa bersama Kak Lia di sudut ruang rapat, “kak, bu Meri bilang kalau Ibu tidak panggil saya?” aku langsung bertanya padanya.
Dengan nada yang tidak enak dia menjawab,“Masa? Ah perasaan tadi Ibu bilang mau bicara sama kamu deh. Oh kakak salah denger kali ya.” Jawabnya padaku dan ia langsung melanjutkan obrolannya dengan kak Lia tanpa memperdulikan aku yang masih penuh tanda tanya. Dan aku kembali ke tempat dudukku sebelumnya dan berusaha menepis pertanyaan-pertanyaan burukku yang ada di pikiranku.
Rapat sedang membahas dana yang terkumpul. Kak Lia langsung menghampiri mejaku sambil menanyakan uang 2 juta yang ia titipkan padaku kemarin. Aku langsung mencarinya ditasku, namun aku tidak menemukannya. Aku kebingungan. Sangat kebingungan. Aku behkan tidak dapat berkata apapun. Jumlah uang itu tidak sedikit.
Kak Lia yang menyadari kebingunganku bertanya, “Kenapa? Uangnya mana?” nadanya mengeras, seakan ia ingin semua orang diruang rapat mendengar.
“Sebentar Kak, aku yakin tadi aku taruh disini, tapi kenapa ga ada.” Mataku mulai berkaca-kaca. Aku benar-benar ingin menangis.
Teman-temanku mulai mendekat ke mejaku. Ada yang bertanya prihatin namun banyak juga yang menodongku dengan pertanyaan-pertanyaan mereka yang memojokkanku.
“mana uangnya Rina? Itu ga sedikit loh, kamu harus ganti!” kak Lia semakin marah.
Kata-kata itu sungguh menyesakkan dadaku, aku tidak dapat menjawab semua pertanyaan mereka. Aku hany diam sambil menahan air mata yang sebentar lagi aku pastikan akan menetes.
Aku tidak kuat lagi dengan pertanyaan-pertanyaan mereka, terutama Kak Lia dan teman-temannya. Aku langsung berlari ke mesjid, meninggalkan mereka semua. Aku keluarkan seluruh isi tasku di mesjid, “ Ya Allah, apa yang harus aku lakukan, kemana uang itu? Darimana aku harus menggantinya?” aku masih terisak sambil menatap isi tasku yang berantakan dilantai sudut mesjid.
Mataku masih sembab, namun hari sudah semakin sore. Aku seorang diri dimesjid.aku pakai sepatu dengan sangat perlahan, masalah ini terasa berat. Acara hanya tinggal menghitung hari. Aku kembali menangis setelah memakai sepatu dipelataran mesjid. Tiba-tiba ada yang menyodorkan sebuah sapu tangan biru dihadapanku. Ku angkat wajahku, aku melihat wajah teduh itu. Ya, wajah siapa lagi kalau bukan wajah Harun. “Oh Tidak! Mengapa dia selalu ada disaat seperti ini. ini akan membuatku semakin mengagumimu. Kumohon pergilah!” bisik hati kecilku.
“Sudah jangan menangis, biar aku yang mengurusnya, aku tahu siapa dalang dibalik semua ini, biarlah mereka menikmati kemenangan sesaat ini.” ucapnya tanpa menatapku.
Aku ambil saputangan itu, “terimakasih.” Hanya kata itu yang dapat keluar dari bibirku. Setelah itu ia pergi. Dan aku kembali sibuk dengan pikiranku. Namun, tak dapat kupungkiri, kata-katanya berhasil menenangkanku.
Keesokan harinya aku mendengar kabar kalau Kak Lia di skors selama seminggu karena ketahuan merencanakan fitnah yang ditujukan padaku. Temanku mengatakan kalau Harun yang menunjukkan rekaman video saat kak Lia mengambil uang dari tasku.
Hatiku bahagia. Allah telah menunjukkan kuasanya. Keyakinanku terbukti. Kalau kebenaran akan selalu menang. “Terimakasih ya Allah, terimakasih Harun.” Hatiku berbisik.
++++++++
Setiap hari bumi berotasi dengan waktu yang sama, matahari berevolusi dengan kecepatan yang sama, jam berputar dengan ritme yang sama. Namun mengapa waktu terasa begitu cepat berlalu. Berat rasanya hati ini meninggalkan rumah cahayaku didesa ini. Rumah kecil penuh cerita, kasih sayang, dan senyuman. Akan sangat aku rindukan abah, umi dan adikku satu-satunya. Wajah mereka yang selalu memberikan semangat saat aku merasa lelah dan ingin berhenti. Aku mencintai mereka.
“Rani harus ke kampus lagi Mi,” ucapku pagi itu sambil melipat pakaianku yang akan aku bawa kembali ke Jogja.
“Iya Umi Tahu,” Umi menjawab singkat. Aku tahu, Umi berat melepaskan kepergianku. Aku tahu Umi masih ingin aku bersamanya. tapi Umi tahu kalau aku tidak mungkin berlama-lama bersamanya.
Aku cium tangannya, aku tatap wajahnya yang semakin hari semakin bertambah garisan diwajahnya. Air mataku berlinang. “Rani berangkat ya,” kataku terbata.
“iya.” Jawab Umi singkat. Aku lihat matanya yang berkaca-kaca. Abah yang sedang disawah dan adikku yang sedang sekolah membuatku hanya dapat meyampaikan pamitku melalui Umi.
++++++++
Raja siang sedang memancar terik. Memaksa pori-pori memuntahkan butiran-butiran keringat tak terkendali. Sesekali kuusap keringat yang akan menetes dikeningku. Suasana penat di angkutan umum menambah deretan ketidaknyamanan keberangkatanku ke Jogja kali ini. tapi aku masih bersyukur, kali ini tidak ada yang merokok di angkutan umum. Aku sangat tidak suka jika mencium bau rokok di angkutan umum seperti ini. aku akan memilih turun dan mencari angkutan lain. Ingin sekali aku katakan kepada perokok-perokok itu, “boleh aja mas ngerokok disini, asal asapnya telan sendiri! Huft...”
Dari kejauhan aku melihat Dina yang sedang menjemur pakaian. Kerudung hijaunya sangat aku kenal, dia pernah mengatakan kalau itu kerudung yang paling dia sukai. Kerudung pemberianku setahun yang lalu. Kerudung yang sangat cantik untuk kulit putihnya. Ya, dia begitu terlihat sempurna. Kepintarannya tak perlu diragukan lagi. Ilmu agamanya tak perlu di tes lagi. Kecantikannya semua sudah dapat menilai. Wajah jawa keturunan Belanda sungguh menambah kekagumanku kepada mahluk ciptaan Allah yang satu ini. kata orang aku cantik, tapi aku tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan sahabatku yang satu ini. aku sangat bersyukur dapat mengenalnya.
Dia tersenyum ketika melihatku berjalan kearahnya. “Assalamu’alaikum ukhti...”
“Wa’alaikumsalam ukhti Dina yang cantik.” Jawabku sambil mengerling dan menyalami tangannya yang masih basah dengan air cucian.
“Ih.... mulai deh.” Seperti biasa dia mencubitku setiap aku menyebutnya cantik.
Aku langsung mengambil air wudhu. Setelah Sholat Dhuha aku menyempatkan diri untuk membaca Al-Qur’an walau hanya beberapa lembar. Sebenarnya ingin berbagi cerita dengan Dina. Tapi tubuh ini sudah terlalu lelah. Akupun memutuskan untuk tidur setelah meminum teh hangat buatan Dina.
++++++++
Hari ini aku ada jadwal kuliah siang. Kebetulan kegiatan organisasi belum memulai kesibukan baru. Sebelum berangkat kuliah Dina menyodorkanku sebuah buku tebal yang dia bilang dipinjami seseorang. Ketika aku desak menyebutkan siapa pemilik buku itu, Dina hanya tersipu. Buku tebal berisi jutaan kata-kata motivasi mengalirkan aku dalam keasyikan membaca.
Teluliiit... teluliiit... teluliiit... Suara hp bututku berhasil membuyarkan konsentrasiku.
Hm.. nomor tak dikenal. “Hallo.. Assalamua’alaikum, siapa ya?”
“Ini dari Rumah Sakit Umum Yogyakarta, nomor anda ada di panggilan keluar hp salah satu pasien kami yang baru saja masuk rumah sakit ini karena kecelakaan.” Suara di seberang telpon berhasil memompa keras jantungku.
“siapa yang kecelakaan mbak? Bagaimana keadaannya?” tanyaku penasaran.
“Dari identitas yang kami temukan, pasien kami bernama Dina Apriliana, dia koma sejak kecelakaan tadi.” Jawabnya.
Aku tak dapat berkata-kata lagi. Bibirku kaku. Tanganku dingin, kaki seakan tak lagi berpijak, aku begitu lemas. Aku tutup telpon. Tak peduli suara diseberang telpon yang memanggilku. Aku terus beristigfar. Aku mencoba menenangkan diri. Langsung kusambar kerudung dibelakang pintu kamarku.
++++++
Kutatap seraut wajah pucat berbalut perban dihadapanku sejak 5 menit yang lalu. Aku tak percaya. Air mataku belum berhenti mengalir sejak tadi. Aku terisak. Aku tutup mulutku dengan kedua tanganku Mencoba menahan suara seakan tak ingin Dina mendengar suaraku.
“Ya Allah.. selamatkanlah Dina..” ucapku lirih.
Aku sudah menelpon orangtua Dina. Mereka akan tiba nanti malam. Koma yang dialami Dina tidak dapat diprediksikan sampai kapan. Bahkan dokter tidak dapat berkata apa-apa bahkan hanya untuk sekedar menghiburku menghilangkan kecemasan ini. dokter hanya mengusulkan agar aku membisikkan sesuatu yang dapat membangkitkan semangat Dina untuk sembuh dan tersadar dari mimpi panjangnya saat ini.
Aku berusaha membisikkan tentang mimpi-mimpi indah kami. Kenangan-kenangan kami. Namun aku belum juga berhasil membangunkannya.aku sudah kehabisan kata-kata.orangtua Dina memintaku membaca buku diari Dina. Mereka mempercayaiku. Mereka meninggalkanku dipojok ruangan. Agar aku dapat membaca dengan tenang. Ku coba membuka buku diari yang selalu dibawanya. Kubuka setiap halamannya, kubaca hati-hati berharap menemukan satu kisah dalam hidupnya yang bisa aku ceritakan,“Maafkan aku Lina, aku tak bermaksud mengetahui kisah pribadimu, aku hanya ingin kau sembuh.” Air mataku menetes.
Sampai aku di sebuah halaman. Terlihat tetesan air matanya dilembar itu. Curahan perasaannya terhadap seorang laki-laki bernama “Harun Alfarizi”. Membaca nama itu berhasil menyesakkan dadaku. Dina memang satu fakultas dengan Harun. Tapi dia sedikitpun tidak pernah bercerita tentang Harun. Tapi kenapa harus Harun? Kenapa Harun yang ada diistikharah Dina?
“Ya Allah... aku tak sanggup meneruskan membaca lembaran berikutnya.” Bisik hatiku.
Namun orangtua Dina meminta aku melanjutkan membaca buku mungil berwarna pink itu ketika mereka melihat aku menangis dan menggeleng ketika mereka bertanya apakah aku sudah menyelesaikan membaca buku itu atau belum.
Dari dua halaman berikutnya aku dapat mengetahui betapa selama ini Dina sangat tersiksa dengan perasaannya. Ia telah cukup lama memendam perasaan kepada seseorang yang belum halal baginya. Dan satu hal lagi yang tak ku sangka dapat dilakukan oleh sahabatku yang bernama Dina. Dia menawarkan diri untuk dinikahi oleh Harun layaknya Khadijah kepada Rasulullah.
“Ya Allah..”ucapku pelan. Aku kembali terisak. Dadaku terasa sesak. Sangat sesak. Aku tekan perasaanku kuat-kuat. Yang terpenting saat ini adalah kesembuhan sahabatku yang sangat aku cintai. ketika aku akan membaca lembaran berikutnya, tiba-tiba kulihat jari-jari Dina mulai bergerak-gerak. Aku langsung memegang erat tangannya. Aku bahagia. Lalu Ia meraba-raba wajahku. Seakan ingin memastikan ini aku.
“Rani... aku tak dapat melihat apapun,” ucaplah lirih. Ia menangis tersedu. Aku memeluknya erat berharap pelukanku dapat menguatkan hatinya. Kami menangis bersama. Ibu Dina pun menangis dipelukan suaminya.
“Allah sangat mencintaimu sahabatku.” Ucapku menguatkan hatinya.
Dina masih terisak, “Ya, Allah ingin menjaga pandanganku dari pandangan-pandangan yang membawaku pada dosa.” Dina mengusap air matanya. Ia mencoba tersenyum. Kutatap wajahnya. Senyum getirnya tak mampu menghilangkan kecantikannya.
Dina terlihat begitu tegar. Aku merasa menjadi orang yang sangat beruntung dapat mengenalnya.
“Rani, boleh aku minta tolong?” pintanya padaku.
“tentu.” kupegang tangannya meyakinkan kalau aku akan selalu bersedia membantunya.
“tolong kirimkan sebuah pesan ke nomor Harun yang ada di hpku, katakan kalau aku mengalami kecelakaan dan mengalami kebutaan. Sekarang keputusan ada ditangannya, ia boleh memutuskan untuk melanjutkan atau menyudahi proses ta’aruf kami.” Ucapnya yakin.
Deg!! Ta’aruf? Mereka suda sampai pada tahap ta’aruf?
“baik.”jawabku singkat. Perasaanku tak menentu. Aku lakukan apa yang diminta Dina, aku minta izin keluar pada orang tua Dina. Aku menuju ke mesjid. Aku menangis sepuasnya disana aku mengadu kepada Allah.
“ Ya Allah.. Izinkan aku Ikhlas.” Pintaku lirih dalam sujud.
+++++++
Kulipat mukena perlahan. Kulihat handphone ku. Aku baca ulang pesan terkirim yang tertera disana. Harun memang tidak tahu kalau ini nomorku. Sudah lama sekali kami tidak saling menghubungi meski kami satu universitas.
Kulihat tanda pesan dihandphoneku, ada balasan dari Harun. Jantungku berdetak keras. Kubuka pesan itu perlahan.
“Wa’alaikumsalam. Ana sudah yakin dengan ukhti. Ukhtilah jawaban istikharah ana. Ana tidak peduli dengan kecelakaan yang menimpa ukhti. Bukankah tidak perlu mata untuk ke surga? Minggu depan ana akan menemui orangtua Ukhti.”
Aku tak dapat berkata apapun. Dadaku benar-benar sesak dengan kejadian-kejadian ini. Aku yakin aku dapat melewati ini semua.
Kutemui Dina yang sedang duduk sambil mendengarkan murottal surat favoritnya yaitu surat Ar-Rahman. Dan ia langsung mengecilkan suara murottalnya ketika tahu aku datang.
“Dina, ada balasan dari Harun. Aku bacakan ya?” aku mencoba tersenyum.
“Rani, apa aku siap dengan jawabannya? Jujur, aku takut aku tidak siap.” Ucapnya meminta aku meyakinkannya.
“Insya Allah, Dina pasti siap.” Aku meyakinkan hatinya yang dapat aku bayangkan kini ia sedang dalam perasaan yang sama tak menentunya sepertiku.
Aku bacakan balasan dari Harun dengan perlahan dan sangat hati-hati.
Aku lihat Dina menangis bahagia ketika aku selesai membacakan pesan itu. Ia langsung memelukku, ia belum dapat berhenti menangis. “Barakallah ya sahabatku, aku bahagia untukmu.” Air mataku mengalir deras namun aku tak ingin Dina tahu.
“Terimaksih sahabat..” Dina masih tetap menangis. Dapat kubayangkan perasaannya. Ia diuji dengan sesuatu yang sangat berat. Ketika ia harus menghadapi kenyataan bahwa kini ia tak dapat melihat. Aku sunggu bangga padanya. Aku bahagia ketika dapat membuatnya bahagia, tak peduli perasaanku, “Sahabat, ajarkan aku ikhlas.” Pintaku lembut berbisik ditelinganya. Dina tersenyum dan pelukannya semakin erat.



kasih komentar ya.. kritik dan saran sangat dibutuhkan,.
tambahan : buat yang ngerasa namanya dipinjem, maaf ya blm izin, he :) nama2 kalian sangat menginspirasi..

How to Improve Your Attitude

I'm not sure if attitude is everything, but I am sure that it affects everything. Your home life, your job, and all that lives in between is either made better or worse by your attitude.